PROBLEMA KESEHATAN JIWA

PROBLEMA KESEHATAN JIWA


Delema dalam menghadapi Krisis di Usia Remaja !
Oleh. Kholid, SST. M.Kes*)

Krisis merupakan gangguan internal yang ditimbulkan oleh peristiwa yang menegangkan dan mendadak apakah itu bencana, kehilangan atau perseteruan. Sehingga keadaan ini membuat orang sulit mempertahankan keseimbangan, yang terjadi orang tersebut tidak mempu berfikir jernih alias bingung atau stres, dan jika keadaan ini tidak kunjung reda maka energi yang dikeluarkan akan habis sehingga orang tersebut pada akhirnya mengalami kelahan atau sakit. Maka apabila situasi krisis ini segara mendapakan penanganan optimal maka akan a) Menurunkan emosi disaat stress, b) lebih produktif dalam mengelola sumber-sumber koping/pertahanan, dan c) mereka tidak jatuh dalam keadaan yang lebih berat yaitu gangguan jiwa. Krisis terjadi secara mendadak, terjadi pada setiap orang, keluarga, kelompok, individu tersebut tidak siap menghadapi kejadian, kegagalan menangani kejadian tersebut dapat berdampak meningkatnya tekanan pada dirinya, perasaan menjadi cemas, takut, merasa bersalah atau berdosa, marah malu dan biasanya keadaan bertambah menderita. Lama atau waktu terjadinya krisis yaitu; krisis yang berjangka pendek antara 23 –36 jam, sedangkan krisis yang berjangka lama berkisar antara 4-6 minggu.
Krisis merupakan istilah umum yang digunakan masyarakat dalam situasi dimana terjadi perubahan keadaan secara tiba-tiba. Menurut Caplan (1964) krisis adalah kondisi kacau pada saat keadaan stabil. Sedangkan Petzold (1985); schnyder and Matter (1993) yang dikutip oleh Schinyder (1997) menyatakan bahwa krisis terjadi karena adanya gangguan dalam sistem diri manusia baik yang ada dalam diri biologis, psikologis dan sosial, hal ini disebabkan oleh karena strategi koping yang dimiliki individu tidak dapat mengembalikan kondisi seimbang. Jika kondisi ini terjadi terus-menerus akan mengacam sistem diri. Krisis dapat dikatogorikan menjadi krisis maturasi/perkembangan, krisis situasi.
Para ahli psikologi dalam menganalisa terhadap situasi krisis. Selama masa perkembangan 2 kali individu mengalami kegoncangan atau krisis; Pertama tahun ketiga dan keempat kehidupan sedang ke-dua masa permulaan pubertas (pada perempuan usia 9 -11 tahun sedang laki-laki usia 13 – 15). Berdasarkan dua masa kegoncangan tersebut, perkembangan individu dapat digambarkan melewati tiga periode, yaitu : a) dari lahir sampai masa kegoncangan pertama ( tahun ketiga atau keempat yang disebut masa anak-anak), b) dari masa kegoncangan pertama sampai masa kegoncangan kedua yang disebut masa keserasian bersekolah, dan c) dari masa kegoncangan kedua sampai akhir masa remaja yang disebut masa kematangan.
Bagaimana dengan kondisi remaja ?
Kegoncangan yang terjadi pada ramaja sangat kompleks jika dibandingkan dengan usia anak-anak, pada anak-anak lebih kepada kecukupan nutrisi dan pola asuh orangtua. Ada 4 faktor yang
perlu dipahami oleh orangtua dan masyarakat menyangkut kehidupan remaja, pertama factor biologi, seiring dengan pertumbuhan maka usia remaja secara progresif tumbuhnya hormone remaja seperti gonadotropin atau prolaktin serta kelenjar-kelenjar tubuh lain, yang ditandai dengan munculnya ciri-ciri sek skunder, factor kedua yaitu psikologi, anak berusaha untuk mengekspresikan perasaannya kedalam emosinya yang ia inginkan atau idolakan, sehingga pada usia remaja ini adalah usia yang penuh intuitif dan inspirasi dalam membangun diri kedepan, dan factor ketiga adalah factor sosial, pada usia ini anak mulai menjalin hubungan dengan kelompoknya/groupnya, ia mulai memisahkan diri dari orangtuannya, maka apabila kelompok-kelompok yang di bangun oleh remaja itu positif maka akan memberikan kontribusi besar terhadap keberhasilan atau kesuksesan , sebaliknya apabila kelompok tersebut mengarah kepada hal-hal negative maka sebaliknya kegagalan yang didapatkan, dan factor yang menentukan adalah spiritual, maka jangan heran atau terperangah terhadap kehidupan beragama seorang anak remaja, kelau mereka mendapat spirit keagamaan yang bagus maka ia korbankan jiwa dan raga demi keyakinannya dalam arti agamanya, bangsa dan negaranya. Tetapi yang terjadi sekarang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan, anak remaja dihadapkan situasi lingkungan yang serba enak dan mudah tetapi dibalik kemudahan dan serba enak akibat teknologi adalah ketidakmampuan untuk menahan diri sehingga tidak sedikit remaja terlena terhadap kesenangan sementara seperti perilaku konsumtif, narkoba, berlama-lama menikmati tayangan TV atau Internet, sek bebas, sehingga menghapus keinginan-keinginan mulia.
Dampak tehnologi memang sangat luar biasa, maka era saat ini banyak kelangan menyebut sebagai The agony of modernization yaitu azab sengsara karena modernisasi dan industrialisasi berdampak pada dehumanisasi, yakni orang sudah mengesampingkan atau meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan, orang-orang meninggalkan nilai-nilai kegotong-royongan, hormat–menghormati tepo seliro, yang lebih parah agama mulai di tinggalkan sebaliknya situasi menjadi tidak beradab; tidak lagi santun dalam berkomunikasi, saling menjatuhkan, saling menghina dan ini tontonan setiap hari pada anak-anak remaja kita sebagai penerus bangsa.
Keberhasilan resolusi krisis kemungkinan besar terjadi jika persepsi remaja terhadap peristiwa adalah realistic; menekan atau menseleksi pernyataan-pernyatan yang tidak realistic, tayangan-tayangan media yang tidak realistik, tersedianya dukungan social, yaitu orang yang dapat membantu menyelesaikan masalah seperti guru, ustad, saudara, teman akrab, kemampuan remaja dalam menggunakan pertahanan diri akan membantu mengurangi kegoncangan. Disamping itu untuk memahami makna krisis bagi perkembangan kepribadian, kita mengingat kembali fungsi ego atau fungsi akal. Tugas utama ego ialah menyesuikan diri terhadap dunia luar sesuai dengan kemampuan akal. Kemampuan untuk menghadapi dan menanggulangi tergantung dari kekuatan kepribadian. Seorang yang kuat egonya akan sanggup memelihara keutuhan jiwanya, sebaliknya bila rapuh ia akan mudah tergelincir. Kuat dan rapuh itu tergantung pembawaan dan pengalaman.
Fase-fase krisis
Menurut Eric Lendemen (1965), Gerald Caplan (1964) yang dikutip oleh Chiver (1998) fase-fase krisis meliputi: Pre crisis - status individu dalam kondisi seimbang, individu mampu mengatasi stres setiap hari; Impact, adanya kejadian yang mendadak, individu berusaha menyangkal atau tidak menerima kejadian tersebut; Crisis individu terganggu pola pertahanan dirinya, individu saling menyalahkan, individu merasionalisasikan keadaan, tidak efektifnya perilaku aktifitas sehari-hari; Resolusition, individu mengakui realitas yang sedang terjadi, usaha menggunakan pendekatan pemecahan masalah melalui uji coba (trial and error), secara tidak langsung mulai mengatasi kecemasan, namun individu masih memperlihatkan depresi dan masih tampak mengalami harga diri rendah; Post Crisis Jika kemampuan individu dalam mempertahankan diri potisif sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya maka akan mudah beradaptasi, sebaliknya jika peran dan fungsinya dibatasi oleh lingkungannya maka akan terjadi penolakan, represi, tidak efektifnya koping serta tidak mampu memecahkan masalah.
Intervensi Krisis
Krisis intervensi adalah sebuah aktifitas sementara dalam situasi stres. Individu dalam hal ini remaja aktif dalam melakukan intervensi krisis; ia menyeleksi atau mengklarifikasi masalah, mengungkapkan perasaan, menyatakan tujuan serta merencanakan pengambilan keputusan. Keberhasilan intervensi krisis sangat ditentukan oleh lingkungan individu terutama keluarga, teman dekat, masyarakat, dan unit perawatan jiwa atau psikiatrik.
Upaya yang dapat membantu mengatasi krisis adalah dengan pendekatan keluarga. Namun sayangnya keluarga ikut terbawah arus modernisme, orangtua tidak menjadi tauladan atau contoh bagi anak-anaknya. Apabila keluarga berfungsi sebagai madrasah diniyah ula maka akan menekan kenakalan remaja. Kedua kelompok sebaya atau group, maka jika remaja berada dalam kelompok yang baik maka remaja tersebut mendapakan support yang konstruktif, namun sebaliknya jika remaja tersebut berada dalam kelompok yang buruk seperti, kebiasaan merokok, minum-minuman keras, pergaulan bebas, maka remaja tersebut beresiko distruktif. Ketiga guru/atau ustad adalah orangtua kedua bagi anak remaja, apabila guru atau ustad dapat mendengarkan keluhan dan memecahkan masalah remaja akan membantu mengurangi situasi krisis. Dan Ke-empat Support system/lingkungan sangat diharapkan oleh seorang anak remaja dalam mengatasi krisis. Lingkungan keluarga misalnya disitu ada ayah, ibu, anak, dan kakek atau nenek dapat memahami anak remajanya yang sedang tumbuh dan berkembang, dan bisa mengatasi masalah yang dihadapi anaknya. Lingkungan sekolah misalnya disitu ada guru, siswa dan orang tua siswa saling bekerja sama dalam pengawasan anak remajanya dan dapat memahami dan meberikan solusi terbaiknya. Lingkungan masyarakat di situ Ingsaallah.(* Dosen STIKes Banyuwangi, Staf Keperawatan Jiwa PKJM/KKO Licin Banyuwangi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar