DAMPAK TIDUR TERHADAP GANGGUAN JIWA

(Kholid, SST.M.kes)

A. Pengantar
Tidur merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Kira-kira sepertiga waktu hidup manusia dilewatkan dalam keadaan tidur. Dahulu tidur dianggap sebagai suatu keadaan yang mirip sekali dengan kematian; dalam keadaan tidur tidak terjadi apa-apa, manusia kehilangan kesadarannya, juga kehilangan kemampuannya. Dan mitologi dikisahkan bahwa Dewa tidur bersaudara dengan dewa kematian. Ternyata anggapan seperti itu kemudian terbukti keliru, karena selama tidur terjadi serentetan peristiwa yang punya makna fisik dan psikologis. Dengan tidur manusia menghilangkan kelelahan fisik dan mental.
Kesehariannya aktifitas kita dibagi menjadi tiga yaitu sepertiga untuk bekerja, sepertiga untuk bersenang-senang dan sepertiga untuk tidur. Bagi orang dewasa normal kebutuhan waktu untuk tidur berkisar antara 6 sampai 7 jam dalam sehari, sedangkan lanjut usia waktu tidurnya lebih sedikit. Pada umumnya para pakar tidur menduga tidur mempunyai peran restorasi (pemulihan) yaitu untuk pemeliharaan kesegaran tubuh sepanjang hidup kita. Dalam keadaan normal orang bisa mengalami gangguan tidur (insomnia) disebabkan karena adanya penyakit fisik yang mendadak seperti panas yang tinggi, rasa nyeri hebat, gangguan emosional dan lain-lain.
Jutaan orang di dunia apakah Amirika atau Indonesia telah mengalami insomnia setiap malam dalam tiap tahun. Allan-Rechtschaffen dalam penelitiannya tentang tidur melalui pertanyaan sederhana seperti apakah anda mengalami kesulitan untuk jatuh tidur atau sering terbangun?, hasilnya ternyata 14 dari 100 penduduk menjawab sering, hal ini berarti 14 % dari populasi sering menderita insomnia. Tiga puluh persen (30%) penderita anxietas mengalami insomnia, demikian kasus depresi. Jutaan orang pada setiap hari menderita depresi yang ringan sampai berat. Sebagai contoh proses insomnia patologis pada kasus depresi berlangsung lama, intensitasnya tinggi dan menyebabkan efesiensi kerja keesesokan harinya menjadi kurang. Depresi merupakan manifestasi dari gangguan emosional yang dapat memperlihatkan beberapa bentuk seperti sering terjaga dalam tidur atau terbangun pada dini hari Hal ini terjadi karena adanya gangguan problem finansial, dapat pula karena kesulitan marital dan social, adanya kecelakaan atau kehilangan yang dikasihi atau tak berhasilnya ambisi-ambisi pribadi.
Kekurangan tidur dalam jangka waktu tertentu menimbulkan keluhan rasa lelah, penurunan psikomotor, hipersensitif terhadap rangsangan nyeri (fisik dan mental), kurang gesit, kesulitan dalam hubungan sosial, peningkatan libido, gangguan konsentrasi berfikir, kebingungan, emosi labil, ingatan menurun dan gangguan kejiwaan.

B. Pengertian tidur
Batasan tidur sulit diseragamkan, tergantung dari sisi mana orang melihatnya; Hartmann mengemukakan tentang batasan tidur adalah suatu keadaan tertentu yang teratur dan berulang, ditandai dengan keadaan yang relative tenang/diam dan meningkatnya ambang terhadap rangsangan dari luar dibandingkan dengan saat jaga ( bangun )
Penulis lain membuat batasan tidur sebagai suatu keadaan yang bersifat diurnal, ritmis dimana orang dalam keadaan diam dengan kesadaran ditekan sehingga ia terpisah dari lingkungannya. Fenomena tidur dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan menutupnya mata, kontriksi pupil, relaksasi otot-otot, menurunnya tekanan darah, detak jantung dan metabolisme yang fisiologis dan berulang disretai gambaran rekaman otak yang karakteristik.

B. Fase-fase Tidur
Berdasarkan atas tanda-tanda yang baku, terutama gerakan bola matanya, maka tidur sebenarnya terdiri dari 2 fase yaitu :
1. Fase Non REMS ( Non Rapid – Eye – Movement – Sleep ) dan
2. Fase REMS ( Rapid – Eye – Movement – Sleep )


C. Tanda/gejala tidur :
a. Fase Tidur Non REMS
Disebut juga fase sinkronisasi, tidur S atau tidur tanpa mimpi.
Fase ini ditandai dengan timbulnya gelombang lambat dalam rekaman otak yang disebut Slow Wave Sleep dan tidak adanya gerakan bola mata yang intensif dan cepat. Rekaman otot menunjukkan penurunan kegiatan otot dibandingkan waktu bangun.
Tidur S terdiri atas 4 tingkatan, berdasarkan atas kedalaman tidurnya, yaitu
Tingkat 1 Ngantuk ( drawsiness )
Saat masih baru terlena dan merupakan transisi dari bangun ke tidur. Tidurnya masih dangkal dan mudah dibangunkan dengan suara atau sentuhan ringan. Otot-otot mulai relaksasi sehingga tidak lagi mampu menyangga kepala dan tubuh agar tetap tegak, kecuali otot spingter justru berkontraksi untuk mencegah agar tidak beser kencing atau berak. Pada orang normal, tidur tingkat 1 ini merupakan 5 – 10 % bagian dari total waktu tidur. Pada EEG muncul gelombang α, β. dan α ( teta ) ( belum merasa tidur betul ).
Tngkat 2 Tidur ringan ( Light steep )
Permulaan dari tidur yang sebenarnya dan bila dibangunkan orang ini sudah merasakan tidur. Pada rekaman otak sudah mulai muncul gelombang tidur (sleep spindle) dan K – kompleks. Dan akhir tidur tingkat 2 ditandai dengan munculnya gelombang δ ( delta ).
Pada orang normal lamanya tidur ini sekitar 15 – 20 menit, Yang dimaksud dengan sleep Latency adalah mulai munculnya tidur tingkat 2 dengan permulaan orang tersebut memejamkan mata, orang normal sleep latencynya 5 – 13 menit. Pada orang dengan gangguan tidur sleep latency-nya lebih lama dari 13 menit.
Tingkat 3 Tidur sedang ( Moderete sleep )
Tidur yang cukup dalam sehingga lebih sulit dibangunkan dan terjadi sekitar 30 – 45 menit setelah permulaan tidur. Merupakan bagian 3 – 4 % dari seluruh waktu tidur. Pada EEG ada gelombang lambat (slow wave) delta dan teta yang jelas mencapai 50 % gelombang rekaman. K-kompleks jumlahnya menyolok dan dominan.

Tingkat 4 Tidur Dalam ( Deep Sleep )
Tidur lelap atau nyenyak yang paling sulit dibangunkan. Tonus otot hilang sama sekali dan mata berhenti bergerak irama pernafasan dan detak jantung menurun. Rekaman otak dominasi gelombang delta lebih dari 50 %, sleep spindle menurun, sehingga tidur tingkat 4 dan 3 ini disebut juga tidur delta. Pada manusia yang disebut slow wave sleep ( SWS ) adalah tidur delta ini ( tingkat 3 dan 4 )
b. Tidur REMS ( Rapid – Eye – Movement – Sleep )
Atau Tidur D, Pada tidur ini tonus otot yang semula hilang muncul kembali, terutama otot ekstremitas dan rahang bawah, bahkan sekali-kali mengejang. Bola mata bergerak bahkan dengan kecepatan tinggi namun tetap dalam keadaan tidur dalam ( paradox )
Tidur D terjadi sekitar 70 – 90 menit setelah mulai tidur dan lamanya bervariasi dari 5 menit (pada siklus awal) sampai dengan 60 menit (pada siklus akhir tidur). Periode mulai memejamkan mata sampai mulainya REMS disebut REMS latency yang punya arti klinis pada gangguan tidur. Tidur REM merupakan 20 – 25 % total tidur. Rekaman otak menunjukkan adanya gelombang frekwensi tinggi dan voltage rendah yang mirip rekaman otak orang bangun, disertai gerakan mata regular tapi sporadic. Tidak ada gelombang delta, spindle sleep dan K- Kompleks, namun ada gelombang teta didaerah hipokampus.

D. Irama Circardian
Kegiatan berulang (siklus) yang terjadi selama kira-kira sehari. Ritme Circardian adalah suatu keadaan fisiologis hormonal yang fluktuatif secara tetap selama 24 jam.
Irama circardian artinya Circa = kira-kira dan Dian = hari, irama ini merupakan bagian dari irama kegiatan kehidupan yang disebut bioritma. Tidur dan bangun merupakan salah satu manifestasi irama circardian yang berlangsung selama kurang lebih 24 jam mengikuti irama siang dan malam atau terang dan gelap.
Pada malam hari terdapat kemudahan untuk tidur karena pada malam hari lingkungan sekitar kita tenang dan cuaca lebih sejuk. Namun yang terpenting adalah factor dari dalam tubuh sendiri, pada malam hari timbul rasa ngantuk akibat lepasnya berbagai jenis neurohormon yang merangsang tidur. Sebaliknya pada siang hari lebih pas untuk mencari nafkah dan melakukan kegiatan produktif, karena suasana lingkungan yang terang benderang dan hilangnya rasa kantuk.
Irama circardian berkaitan erat dengan kerja susunan syaraf ( SS ) otonom yang terdiri 2 komponen, yaitu syaraf simpatik dan para simpatik. Pada siang hari akibat factor dari luar dan dalam tubuh terjadi peningkatan SS simpatik sehingga tubuh mempunyai kemampuan siap siaga menghadapi perjuangan sebaliknya SS parasimpatik menurun kegiatannya. Pada malam hari Kegiatan SS parasimpatik meningkat sedangkan kegiatan SS simpatik menurun atau tetap. Kondisi ini disebut Trophotropic endophylactic.

E. Lonceng Tubuh
Berkaitan dengan irama circardian diduga ada lonceng didalam otak yang mengatur irama tersebut dengan perubahan pencahayaan oleh mata. Lonceng tubuh didalam otak ini mempunyai jalur saraf dengan mata, lonceng tubuh ini terletak di inti supraklasma hipotalamus.
Hipotalamus merupakan bagian otak yang mengatur SS otonom, sedang SS otonom adalah SS yang mengendalikan fungsi jaringan tubuh yang bekerjanya diluar kemampuan kita, suhu tubuh, tekanan darah, detak jantung, pernafasan, pelepas hormon, serta tidur dan bangun.
1. Persarafan terkait dengan tidur
Struktur bagian otak yang terkait dengan tidur dan bangun;
a. Basal forebrain
b. Inti thalamus intralamina
c. Formasio retikularis
d. Bahan penidur dalam tubuh
Tubuh mengeluarkan beberapa macam bahan yang dapat menimbulkan kantuk dan tidur antara lain :
a. Delta sleep inducing factor
b. Crowth hormone releasing factor
c. Somatostatin
d. Growth hormone
e. Arginine vasotocin
f. Prostadglandins
g. Metil peptides ( Faktor s )
h. Sirotonin
i. Melatonin Uridine
j. Adenosine
Selain itu tubuh juga mengeluarkan beberapa bahan yang menyebabkan bangun ( jaga ) antara lain;
a. Alpa-meinocyte-stimulating hormone
b. Corticotropin releasing factor
c. Thyrotropin releasing hormone dan
d. Endogenous opioids.
2. Fisiologi Tidur dan bangun
Bangun (jaga) berkat rangsangan terus-menerus batang otak melalui ARAS. Rangsangan akan berkurang manakala kegiatan meningkat dari system refe yang letaknya dibatang otang menekan ARAS.
Pada malam hari setelah matahari tenggelam, produksi meltonin meningkat berlipat ganda diduga jumlah serotonin diotak juga meningkat, Berawal dari tidur S ( non REMS). Tidur D ( REMS ) berkaitan dengan SS kolernergik dan SS Andrenergik yang intinya banyak terkumpul didaerah pons tepatnya didaerah Locus Cocruleus.

3. Gangguan Tidur
a. Insomnia
Tanda dan gejala : kesulitan mulai tidur, mudah terjaga saat tidur, bangun pagi sebelum waktunya
b. Excessive sleepiness, excessive day-time sleepiness ( EDS ), Day Time Sleepinees
Tanda gejala : tidur siang berlebihan, hypersomnia, kesadaran terganggu kesiapsiagaan dan koordinasi gerakan menurun.
c. Circardian sleep-wake Rhythm disorders ( kelainan irama circardian tidur dan bangun
Tanda gejala : pola tidur dan bangun tidak lagi sesuai, rasa capai, ngantuk tidak pada waktunya performen menurun selama bangun
d. Parasomnia
Tanda dan gejala : kelainan fisiologik dan patologik dari gerakan, Fungsi susunan saraf otonomik dan tingkah laku sebelum selam dan sesudah tidur.
F. Manfaat tidur
Restorasi pemulihan kesegaran tubuh ditunjukkan ;
Selama tidur S terjadi ;
a. anabolisme yaitu sintesa protein dan RNA
b. Mencegah kelelahan fisik dan psikik
c. Restorasi setelah mengalami kerja keras, nyeri dan cedera
Selama tidur D terjadi :
a. Memulihkan kemampuan belajar
b. Mengkonsolidasi ingatan
c. Restorasi sistem andrenergik ( Katekolamin )
d. Restorasi sistem Retikuler ( ARAS ) untuk menyiapkan kesiapsiagaan
G. Mimpi
Di dalam fase tidur D ini diyakini sebagai saat timbulnya mimpi, oleh karena 85 % orang yang dibangunkan pada saat tidur D dapat menceritakan mimpinya secara rinci, sedangkan bila dibangunkan pada fase tidur S orang tersebut tidak dapat bercerita tentang mimpinya.
Penelitian Detre dari Yale Medical School pada penderita depresi yang berat, yang pernah mencoba bunuh diri, maka mimpi-mimpinya bukanlah hal-hal yang menakutkan ataupun yang kasar (violence). Mereka terutama bermimpi tentang kesepian dan kesendirian kadang-kadang bermimpi diatas bukit dan melihat jurang yang dalam, kadang-kadang bermimpi ditepi pantai yang sepi disekitar batu-batu karang. Biasanya penderita depresi berat bermimpi tentang kesendirian dan kesepian di alam luas, tak berdaya mengahdapi kebesaran dan kekuatan alam.

H. Manajemen Keperawatan
a. Pengkajian
Ada beberapa hal yang perlu dikaji sehubungan dengan kebutuhan tidur dan istirahat yaitu :
1. Kebiasaan tidur
Perawat harus memperhatikan :
a. Kebiasaan banyaknya tidur pasien
b. Kebiasaan menjelang tidur
c. Jam berangkat tidur
d. Waktu yang diperlukan untuk dapat tidur
e. Jumlah terjaga selama tidur
f. Obat-obat yang diminum pasien dan pengaruhnya terhadap tidur
g. Lingkungan tidur sehari-hari
h. Persepsi pasien terhadap kebutuhan tidur
i. Posisi tubuh waktu tidur
2. Simptom dan tanda-tanda klinis kebutuhan tidur
a. Pasien mengungkapkan rasa capai
b. Pasien mudah tersinggung dan kurang santai
c. Apatis
d. Warna kehitam-hitaman disekitar mata, konjungtiva merah
e. Sering kurang perhatian
f. Pusing
g. Mual
Bila gangguan tidur atau kurang istirahat ini berlangsung lama maka dapat terjadi gangguan tubuh. Beberapa tanda-tanda gangguan tidur yang perlu diperhatikan adalah :
1) Perubahan kepribadian dan perilaku : agresif, menarik diri atau depresi
2) Rasa capai meningkat
3) Gangguan persepsi
4) Halusinasi pandangan dan pendengaran
5) Bingung dan disorientasi terhadap tempat dan waktu.
6) Koordinasi menurun
7) Bicara tidak jelas
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat dan tidur
1) Penyakit yang disertai nyeri
2) Keadaan lingkungan yang tidak nyaman/tidak tenang
3) Kelelahan
4) Emosi tidak stabil
5) Beberapa jenis obat-obatan : penggunaan alkohol
3. Tahap perkembangan
Lama tidur seseorang tergantung pula pada usia
No Tingkat Perkembangan Pola tidur normal
1. BBL Tidur 14 – 18 jam/hari
Pernafasan teratur, gerak tubuh sedikit
50 % Tidur REM
Siklus tidur 45 sampai 60 menit
2. Bayi Tidur 12 sampai 14 jam/hari
20 sampai 30 % tidur REM
Tidur sepanjang malam dan tidur siang
3. Merangkak Tidur sekitar 11 s/d 12 malam/hari
( 1 s/d 3 tahun ) 25 % Tidur REM
Tidur sepanjang malam dan tidur siang
4. Pra sekolah Tidur sekitar 11 jam/hari
20 % tidur REM
5. Akil balik Tidur sekitar 7 sampai 8,5 jam/hari
20 % tidur REM
6. Dewasa muda Tidur 7 sampai 8 jam/hari
20 sampai 25 % tidur REM
7. Dewasa Tidur 7 sampai 8 jam/hari
pertengahan 20 % tidur REM mungkin mengalami
Insomnia dan sulit untuk dapat tidur
8. Dewasa tua Tidur sekitar 6 jam/hari
( diatas 60 thn ) 20 sampai 25 % tidur REM mungkin
Mengalami insomnia
Dan sering mengalami terjaga

4. Masalah – masalah tidur
a. Insomnia
Ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik kuantitas maupun kualitas.
Jenis insomnia ada 3 macam :
1) Insomnia inisial ( tidak dapat memulai tidur )
2) Insomnia intermiten ( tidak dapat mempertahankan tidur/sering terjaga )
3) Insomnia terminal ( bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi )
Jenis insomnia juga dapat dibedakan menjadi 2 menurut sumber penyebab :
1) Insomnia primer
2) Insomnia skunder
Pada insomnia primer penyebab belum diketahui, sedang insomnia skunder penyebabnya :
a) Gangguan jiwa : skizofrenia, mania, depresi, anxietas.
b) Gangguan fisik : hipertiroid, kurang gizi, gagal jantung, gagal ginjal kronik, penyakit nyeri.
c) Pengaruh lingkungan : tempat baru, terlalu gaduh, temperature meningkat atau menurun, jet lag ( perjalanan jauh yang beda waktu 6 – 10 jam
d) Makan/minuman : Cafein, teh, coca cola
e) Obat-obatan : amfetamin, diuretika, kopi, minuman keras, nikotin
b. Hypersomnia
Kebalikan insomnia yaitu kelebihan tidur (tidur lebih 9 jam dimalam hari), penyebab adalah:
1) Gangguan psikologis ( depresi atau kegelisahan )
2) Gangguan fisik (kerusakan sistem saraf pusat, ganggguan ginjal, hati atau metabolisme )
c. Para somnia
Suatu rangkaian gangguan yang mempengaruhi tidur anak seperti somnabolisme (tidur berjalan), ketakutan, dan enuresis (ngompol). Cenderung terjadi pada tahap III dan IV dari tidur Non-REM, gangguan ini sering dialami anak secara bersamaan dan diturunkan dalam keluarga.
d. Narkolepsi
Serangan menggantung secara mendadak disiang hari. Penyebabnya tidak diketahui diperkirakan akibat kerusakan genetic sistem saraf pusat, yang mana tidur REM tidak dapat dikendalikan.
e. Apnea saat tidur
Henti nafas saat tidur, tanda-tanda yang dapat dialami ; mengorok ngantuk berlebihan, kadang-kadang insomnia
f. Sudden Infant death Syndrome/SIDS (sindroma kematian bayi mendadak). Gangguan ini dapat terjadi pada bayi usia 12 tahun.

2. Diagnosa keperawatan :
a. Insomnia sehubungan dengan :
- Keadaan stress
- Nyeri atau ketidaknyamanan
- Menjauhkan diri dari obat-obatan akibat kecanduan
- Olahraga tidak mencukupi atau rasa bosan
b. Gangguan tidur sehubungan dengan :
- Gaduh
- Apnea
c. Hipersomnia sehubungan dengan penyakit hati
d. Potensial cedera sehubungan dengan somnabolisme

3. Perencanaan / pelaksanaan tindakan
Tujuan keperawatan secara luas adalah memenuhi kebutuhan tidur.
Tujuan lebih khusus lagi adalah mencegah kelelahan, menjaga keseimbangan aktifitas dan istirahat, menghemat energi fisik, mental dan emosional.
Dalam membuat rencana keperawatan pada klien gangguan tidur perlu dipertimbangkan lingkungan fisik; ruangan bersih/rapi; suhu ruangan; lampu/pencahayaan; dan lingkungan psikologis.

4. Tindakan keperawatan
a. Latihan secara rutin
b. Menciptakan lingkungan terapeutik
c. Menghindari perangsangan di sore hari
d. Melakukan aktifitas relaksasi sebelum berangkat tidur seperti membaca, bermain dan lain-lain.
e. Berangkat tidur hanya kalau mengantur
f. Bila tak dapat tidur sampai malam, segera bangun untuk melakukan relaksasi sampai merasa mengantuk.
g. Khusus untuk kolaborasi medik; pada insomnia bila penyebabnya tidak jelas dapat diberikan hipnotika. Akan tetapi bila penyebab primernya diketahui maka penyebab utama ini yang harus diobati.
Bila penyebabnya gangguan psikiatrik maka diberikan obat-obat psikotropik (neuroleptika )
Bila penyebabnya depresi, maka diberikan obat anti depresan.
Bila penyebabnya cemas, maka diberikan obat anti anxietas.
Insomnia akibat stress dengan gangguan penyesuaian maka dilakukan psikoterapi yaitu mengatasi sumber stress dan mekanisme pembelaan yang benar.

5. Evaluasi
a. Terpenuhinya tidur baik kualitas maupun kuantitas tidur
b. Pulihnya energi sehingga kemudian dapat melakukan aktifitas kembali
c. Menunjukkan keadaan emosial yang lebih baik tidak mudah tersinggung.

Referensi
Salan, R., Iskandar, Y., Reo.P., dkk (1985). Psikiatrik Biologik, Yayasan Darma Graha, Kebayoran lama, Jakarta

Kaplan, H.I., Sadock, B.J. & Grebb (1996). Sinopsis Psikiatri, Kusuma, W (alih bahasa), Binarupa aksara, Jakarta.

Shives, L.R. (1998). Basic Concepts of Psychiatric-Mental Health Nursing, Lippincott, Philadelphia, New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar